Pagi ini saya mencuci pakaian (dalam rangka mempersiapkan diri ke Petungkriyono) sehingga saya menderita lelah yang luar biasa (sembari muntah). Akhirnya saya memutuskan untuk tidur, bangun pukul 10.30 dan langsung mandi. Padahal saya ada ujian pukul 11.30, tetapi karena memang saya tidak tertarik dengan mata kuliah itu (fungsionalisme-strukturalisme) maka saya MALAS SEKALI UNTUK MENGHAPAL!
Jadilah saya mengerjakan ujian dengan semena mena. Saya (tidak) menyesal! Mungkin nanti saya akan (tidak) menyesal ketika mendapatkan IP yang rendah setelah satu tahun tidak menjalani ujian karena bla bla bla.
Hal kedua (yang tadi yang pertama lho ya) adalah : saya bergembiraaa! Akhirnya semua membuahkan hasil hohoho... Proposal kami udah jadi... Fiuh, berkurang satu beban saya... Beban kami semua... Hanya itu yang bisa saya lakukan sebelum bersemedi di Petungkriyono selama dua minggu... Proposal dicap dan siap ditebar (mang bibit hahaha)...
Hal ketiga adalah mengenai status saya yang ada di Facebook. Awalnya saya berstatus :
lagi pengen kentu^
yang ternyata jika dihilangkan ^nya akan berarti saru (tidak sopan) dalam bahasa Jawa, artinya adalah Fu*k. Terima kasih atas koreksinya tetapi bukan itu yang saya maksud, melainkan kentut (buang angin).
Dari sini saya menjadi semakin merasa sedikit gimana (gitu) dengan masalah bahasa. Merujuk pada postingan saya yang juga membahas masalah bahasa-nya Eyang Malinowski.
Hufh, saya harus kembali berkutat (semoga satu kata ini tidak berarti saru dalam bahasa bahasa tertentu) dengan my Yui... I hate Friday!!! HECTIC semuaaaah!! HECTIC teruuuuuuuuuus!
Sabeeeeeeeeeeeer gya gya gyaaaaaaaaaaaaaa tengkiyu sooooo mmmmmmuach (lho lho lho lebaiy!) Tau kan postinganku sebelum ini? Hahaha, ternyata kata Saber alias Window, konten vista ku tuh udah ada di dalam diri Yui itu sendiri hahaha (i've seen) tengkiyuuu... Fuih... Untungnya sih aku scan pake AVG (kemaren aku pake Mc Afee yang jarang aku update hehehe)... Yakin, pagi pagi nongkrong di burjo sambil ngobatin si Yui ternyata mbuat aku ngantuk dan tertidur dari pukul 7 hingga pukul 10 pagi gyahahaha...
I hate them soooooooooooo muuuuuuuuch!!! Apa itu???!!! Hiks, aku merasakan sakit yang Yui alami... Salahku juga, pasti Yui udah sekarat... Huwwwaaa... Aku bertemu Yui di Computa, aku merasa baek baek saja ketika pertama menyentuhnya... Itu bulan 7 tahun lalu... Sekarang ketika Yui harus dicuci otak, ternyata alat cuci otaknya tidak memuat semua yang dibutuhkan Yui ku... Computa sialan, apa akunya aja yang ga teliti? Aku ga dapet CD vista yang asli, atau akunya memang tidak diberi? Mungkin itu bisa dimaklumi, tapi CD Yui ku??? Kenapa bisa di dalamnya tidak lengkap???!!!
Huwwaaaaa kalimatku njelimet... VIRUS SIALAN!!! WORM SIALAN!!! I HATE YOU SOOOOOO MUCH!!!!!!
DAENK DAENK DAENK!!! TRAKTIR TIRAMISU (jadi inget daenk gara gara tadi "ketemu"...)
Huwaaa!!! I cant describe how happy i am right now!!! Si bocah tua nakal (hehehe peace) just visited my blog 7 hours ago. He wrote :
"I visited your blog but it's still hard for me to read. It takes very very long because of my bad bla bla bla -secret-. But one thing I can tell you for sure : TIRAMISU is the best dessert there is on this planet!"
Oh nooo!!! What a stupid little Aya!!! I have to treat you someday!!! Hahaha... He also wrote :
"What is this article about The Freedom Writers : A Toast for Change? Did you write it?"
Finally, there's one who gave a comment about it hahaha... Yup i wrote it... It was for my final exam... Yahooooooooo! Tiramisu and The Freedom Writers... You have to try them!!! Lho lho lho what does it mean???
Pssst Pssst : bingung dengan kata pertama untuk memulai laporan! Together we can... Can be a crazy people hahaha
I like this movie so much!!! Happy Feet - years ago...
Hohoho, blogku dicap sebagai Ice Cream Blog oleh Sensei Ndandix...!!!
Jadi inget terakhir makan es krim di Mc D Sudirman (maaf kan, aku bukan mau sengaja nyumbang buat pihak pihak tertentu lho...). Gila, asoy geboy banget tapi aku bukan penggemar berat es krim lho! Hanya di saat saat tertentu aja. Oh ya jadi inget ada yang utang es krim sama aku 1 liter!!! Hoi hoi hoiii bayar hoiii! Dah berapa taon tuh utangnya??? Aku paling suka rasa blueberry, orange, daaan strawberry!!! Tapi yang ada potongan buahnya hehehe... Oishiiiiiii!!!
Nah, laen lagi dengan tiramisu (plis jangan dipelesetin jadi tirami-a-su hohoho)
Tiramisu ngingetin aku sama Anti Komsi 05 yang sekarang jadi anak Ext Ikomp hehehe. Kita keliling keliling cari tiramisu, ke mana mana halah... Akhirnya nemu di kedai Cokelat tapi katanya bahannya susah didapet jadi menu itu kosong siaaaaaaaaal!!! Itu 3 tahun yang lalu mungkin, tapi tahun 2007 aku nemu di KeKo (Kedai Kopi), tapi makannya bukan sama Anti, melainkan Adis hehehe.
Katanya ada makna dan aturan dalam dua jenis makanan itu, guess what??!
Hey, aku memecahkan rekor tidurku di tahun 2005 dulu. Itu waktu aku masih jadi anak kos di Blangkonet (sebelah Fisipol lama-kampus paling ujung di UGM). Aku lupa detailnya (duh itulah gunanya catatan etnografis lho lho lho?) tapi yang jelas waktu itu aku habis ngikutin acaranya Himakom di Kaliurang.
Kali ini, aku tidur dari pukul 02.30 an dini hari sampai pada pukul 18.30 an petang (malam) hari. Alasan yang aku buat buat adalah karena sudah ebrapa lama ini aku disibukkan (cuih, bangke banget bahasanya) oleh tugas tugas UAS. Duh mungkin ga cuma aku (pastinya) yang merasakan bahwa menjelang dan sewaktu UAS, adalah hectic days... Tidur pagi bangun pagi adalah hal yang biasa, diburu buru ngeprint, berebut pinjaman buku di UPT, dan kegilaan kegilaan lainnya.
Puncaknya adalah hari ini ketika aku mendapati sekelilingku gelap gulita (gundah gulana) dan keadaan di luar berangin (sumpah Jogja nakutin banget tadi). Aku terbangun karena getaran hp tanda sms diterima dari seorang teman (Fiit jelek kek bebek). Isinya :
Aya kau dmn?boleh mnt tolong gak.jemput gw dkompa mau pulang kekos tp bis ga ado.aku cape bwt jalan eung.
Aku bangun terhuyung dala kegelapan (belum sadar kalo ternyata daerahku di Pogung Lor dan Pandega Marta mati lampu). Aku menuju kamar adekku, kutendang tendang kasurnya sambil memanggil manggil namanya. Tetapi tidak ada sautan, berarti dia tidak ada di kamar. Aku langsung menuju kamar mandi, buang air kecil, cuci muka, dan sikat gigi. Tapi aku ga tau itu punya siapa hahaha, maklum gelap... Kalo ga punya aku ya punya Kiki atau Ijal... Bodo'... Aku raih aja hp buat penerangan, aku pake sweater biru garis garis, celana panjang hitam, dan kerudung biru dongker, tak lupa kaos kaki bergambar cherry merah (tapi yang ini ga dipake, jaga jaga aja kalo ntar kedinginan, masukkan dalam tas jinjing) hehehe...
Bodonya aku, aku tuh punya persediaan lilin ternyata! Tapi aku sadar setelah siap berangkat! Huhuhu benar benar terkena gangguan frekuensi otak karena tidur 19 jam! Pa udah di garasi, aku dapet sms lagi dai si Fiit :
Aya dtnggu dkos aja.sorry2.
Langsung aja tuh aku esmosi, aku balas dengan :
Ah yg mn sih yg bnr???
Tapi akhirnya aku tetap menjemput Fiit tapi di kosnya buat dinner bareng. Pas aku beranjak meninggalkan daerah kontrakan, aku berpikir jangan jangan tadi habis ada bencana tapi aku ga tau hahaha, bodoh... Fiit juga menyadarkan bahwa malam ini adalah malam minggu... Oh tidaaak! Kok cepet banget waktu itu berlalu... Berarti besok pagi udah harus nyetak proposal... Dan sebagainya... Duh, ternyata tidur itu benar benar suatu anugerah (atau bencana???)
P.S : aku tetap akan menulis tentang perahu pinisi!!
every voice that told you,“you can’t” is silenced!
Every reason that tells you : things will never change,
disappears...
Pada tanggal 31 Desember, saya diberi film menarik oleh adik saya. The Freedom Writers. Pada awalnya saya mengira bahwa ini adalah film tentang jurnalistik atau semacamnya. Ternyata ini adalah sebuah film yang diangkat dari sebuh kisah nyata tentang rasisme yang terjadi di Long Beach, California. Tugas ini saya tulis dengan menggunakan format penulisan karya ilmiah populer agar lebih menarik. Mohon maaf sebelumnya.
SINOPSIS
Erin Gruwell (diperankan oleh Hillary Swank) berprofesi sebagai guru bahasa Inggris ketika isu rasisme di Amerika begitu hangat. Menurutnya, “peperangan” rasisme yang sesungguhnya tidak terjadi di dunia luar melainkan di sekolah. Dengan penuh harapan dan semangat, Erin mengajar bahasa Inggris di kelas 203 (lebih dikenal sebagai Room 203), yang di dalamnya terdapat beragam gank ras yang selalu mengelompok. Dalam film ini ditampilkan ras Kamboja (Cambodia), kulit hitam (The Black People), seorang kulit putih (The White People), dan sebagainya.
Pada awal kedatangan Erin (The White people), para murid sama sekali tidak tertarik dengan kehadirannya dan menganggap Erin tidak tahu tentang kehidupan yangs sesungguhnya. Bagi mereka (murid kelas 203), kehidupan adalah bagaimana caranya mereka selamat dari kekerasan seperti penembakan yang mengatasnamakan ras. Setiap murid merasa tidak aman jika berada di luar sekolah bahkan di luar rumah mereka sendiri.
Tidak hanya menghadapi murid dari berbagai ras, Erin juga menghadapi kenyataan bahwa yang “memulai” pengelompokan justru dimulai semenjak mereka duduk di bangku sekolah. Kelas 203 merupakan kelas di mana muridnya didominasi oleh The Black People yang dianggap mempunyai kemampuan jauh di bawah The White People. Pihak sekolah melarang mereka untuk membaca buku-buku yang dibaca oleh murid dari kelas lain karena dianggap tidak mampu “mengkonsumsi” buku-buku tersebut. Erin menyadari bahwa ada batas yang tidak terlihat (invisible border) di antara murid-muridnya.
Kemudian Erin menemukan cara untuk “merangkul“ kehidupan muridnya dengan memberikan mereka buku harian (jurnal) yang harus diisi setiap hari. Di buku itu mereka bebas menuliskan apa saja dan jika mereka memperbolehkan Erin membaca, buku tersebut harus diletakkan di lemari kelas. Awalnya Erin ragu cara ini akan berhasil ternyata semua murid menyanggupinya. Dari sinilah Erin mengetahui bahwa kehidupan mereka memang keras dan semakin bersemangat untuk merubah kehidupan muridnya. Erin rela bekerja paruh waktu (part time) di beberapa tempat demi mengumpulkan uang untuk membeli buku yang dianggap tidak sanggup dibaca oleh mereka, yaitu buku harian Anne Frank (The Diary of Anne Frank) -seorang Yahudi korban Holocaust-.
Tidak hanya itu, Erin juga mengundang korban-korban Holocaust lainnya untuk makan malam bersama muridnya. Kemudian seorang sahabat yang pernah menyelamatkan Anne Frank dari kejaran Nazi -Miep Gies- juga diundang dari Switzerland ke Long Beach dengan usaha penggalangan dana. Usaha-usaha ini rupanya semakin mengakrabkan Erin dan muridnya. Usaha-usaha Erin lambat laun menyadarkan murid-muridnya bahwa kekerasan terhadap sesama merupakan suatu hal yang tidak sepatutnya dilakukan. Murid-murid yang pada awalnya saling membenci karena berbeda ras, akhirnya menjadi berteman dan menghancurkan invisible border yang selama ini mengurung mereka. Beberapa dari mereka membuang senjata api yang selama ini dijadikan alat perlindungan diri dan meninggalkan kehidupan gank jalanan.
Dalam berbagai kasus murid Erin, salah satu tokoh diajarkan Erin tentang arti kejujuran. Eva -seorang keturunan Hispanic- menjadi saksi penembakan yang menimpa salah satu teman dari teman sekelasnya yang ber-ras Kamboja. Eva merasakan dilema, di antara dua pilihan : menyelamatkan teman satu rasnya dengan berbohong bahwa temannya tersebut tidak melakukan penembakan ataukah menyatakan bahwa teman satu rasnya tersebut memang melakukan penembakan. Akhirnya Eva memilih yang kedua meski dia harus menanggung resiko perlawanan dari rasnya sendiri.
Usaha-usaha Erin ini dianggap salah seorang guru sebagai “ancaman”. Karena ternyata murid-murid Erin menginginkan agar mereka tetap bersama hingga di kelas Junior dan Senior. Usaha ini mendapat perlawanan keras dari pihak sekolah. Padahal itu adalah sesuatu yang tidak mungkin karena Erin msih tergolong guru baru. Sehingga ia belum memiliki senioritas untuk menjadi guru di kelas Junior dan Senior. Tidak menyerah, ia malah menugaskan murid-muridnya untuk membuat suatu proyek akhir. Dengan bantuan 35 unit komputer dari temannya, Erin membimbing muridnya untuk membuat suatu buku bersama yang memuat kisah-kisah yang ada pada buku harian (jurnal) mereka terdahulu. Buku tersebut diberi judul The Freedom Writers Diary.
Memang pada akhirnya Erin dan suaminya bercerai. Hal ini didasari atas kecemburuan suaminya karena Erin sangat peduli pada murid-murid dan “lupa” padanya. Juga karena suami Erin merasa bahwa yang emnjadi istri adalah dirinya dan Erin adalah kepala rumah tangga. Ternyata hal itu tidak membuat Erin goyah karena pada akhirnya juga, ayahnya yang tidak mendukung malah balik mendukung karena Erin sangat bekerja keras demi perubahan murid-muridnya.
Akan tetapi secara mengejutkan, akhirnya Erin berhasil melobi pejabat pendidikan untuk tetap mengajar kelas 203 hingga tahun Senior. Ini semua berkat kerja keras mereka membuat the Freedom Writers Diary yang sanggup menggugah pejabat pendidikan. Hal ini membuat murid-muridnya sangat bersemangat dan pada akhirnya sebagian besar murid kelas 203 menjadi yang pertama di keluarga mereka lulus dari SMU dan sebagian meneruskan ke perguruan tinggi. Mengikuti jejak beberapa muridnya, akhirnya Erin mengajar ke California State University, Long Beach. Murid-murid Erin menyebut dirinya sebagai Freedom Writers dan Erin sebagai Mrs. G sebagai panggilan akrab. Hubungan keluarga yang dibina dalam ruang 203 menghancurkan batas-batas rasisme di SMA Woodrow Wilson dan juga Amerika Serikat selanjutnya.
ANALISIS
Dalam film ini ada beberapa hal yang bisa diangkat yaiut permasalah rasisme dan gank, diskriminasi yang terjadi di dalam dunia pendidikan, ruang kelas yang “menjelma” menjadi rumah hingga pentingnya peranan keluarga.
1.Racist dan Gank
Film The Freedoms Writers ini menampilkan isu ras. Masing-masing ras saling berlomba untuk mendapatkan pengakuan dengan cara bergabung dengan gank dari ras yang sama dan senasib. Pada awal film, ditampilkan bahwa untuk menjadi anggota suatu gank maka ia harus diajarkan kekerasan dengan cara dipukuli beramai-ramai. Tidak hanya di luar sekolah, di dalam sekolah pun sangat terlihat jelas ada batas-batas imajiner yang mengkotak-kotakkan mereka ke dalam area aman “sesama”. Tidak ada seorang pun yang berani melanggar batas-batas tersebut.
Dari salah satu permasalahan yang dihadapi oleh murid-murid Erin, saya mengangkat kisah Eva. Pola pikir Eva mengalami pergeseran, darah Hispanic memang mengalir deras dalam diri Eva. Akan tetapi pada akhirnya Eva memilih untuk berpihak pada kejujuran daripada memberikan kesaksian palsu demi melindungi kelompoknya (ras Hispanic).
2.Diskriminasi Dunia Pendidikan
Ketika Erin kali pertama melihat situasi sekolah, yang dilihatnya adalah adanya perbedaan antara kelas unggulan (didominasi oleh kulit putih, dan hanya ada satu kulit hitam). Pemisahan kelas yang dilakukan oleh sekolah didasarkan atas pemikiran dan stereotip bahwa pada umumnya The Black People , Hispanic, Kamboja, serta ras di luar kulit putih tidak mendapatkan nilai akademis yang tinggi. Menurut Erin, malah hal ini yang menyebabkan mereka tidak bisa bersaing secara sehat dengan The White People dalam bidang akademis.
Akan tetapi yang membuat saya terkejut adalah bahwa kepala sekolah di SMU tersebut adalah The Black People. Hal ini menandakan bahwa ia mendapat kedudukan tersebut karena pandai. Namun, ternyata kepala sekolah tersebut juga tidak mampu berbuat banyak untuk membantu Erin karena berada dalam “bayang-bayang“ anak buahnya yang termasuk dalam ras kulit putih. Satu hal yang juga membuat kecewa adalah perlakuan para guru yang sangat merendahkan murid-murid “terbelakang” di kelas 203. Kebetulan atau tidak, guru-guru tersebut dari golongan ras kulit putih. Seorang pendidik yang seharusnya mengapus batas-batas rasisme malah ikut menyuburkan rasisme. Sungguh ironis.
3.Ruang 203 – Sebuah Keluarga
Dari film ini dapat disimpulkan bahwa sebagian besar keluarga non-kulit putih (terutama yang berasal dari kalangan ekonomi bawah) adalah keluarga yang tidak harmonis. Tetapi murid-murid Erin merasa bahwa ruang kelas mereka adalah rumah nyata di mana mereka bisa saling melengkapi dan menghargai satu sama lain. Mereka sudah menganggap bahwa mereka adalah keluarga walaupun berasal dari ras yang berbeda-beda.
Walaupun Erin kehilangan keluarganya (hubungan antara suami dan istri) tetapi ia menciptakan sebuah keluarga baru. Dalam film ini juga tersirat bahwa istri yang terlalu sibuk bekerja melebihi suaminya dianggap sebagai suatu “pelanggaran“. Karena suaminya merasa derajatnya lebih rendah dibanding dengan istrinya.
KOMENTAR
Rasisme di Amerika Serikat memang telah menjadi sesuatu yang inherent (melekat). Setelah tiga puluh tahunan Civil Right Act dikeluarkan, ketegangan rasisme cenderung meningkat dan mencapai titik yang tinggi di kota-kota seperti New York, Boston, dan Chicago. Rasisme telah menciptakan kemiskinan dan menimbulkan masalah-masalah sosial, menjadikan The Black People itu adalah underclasses atau masyarakat kelas bawah.
Sejarah awal rasisme -sebagaimana dilacak M Fredrickson- setidaknya bisa ditelusuri dari Spanyol. Pada abad 12 sampai 13, pengikut Islam, Yahudi, dan Kristen hidup berdampingan. Tetapi di akhir abab 14 dan awal 15, timbulnya konflik dengan orang Moor lalu memercikkan diskriminasi terhadap Islam dan Yahudi. Di sini tampak kebencian yang bersifat sektarian lalu menjadi kebencian yang bersifat rasial dalam bentuk pengusiran. Setelah Spanyol dibersihkan dari orang-orang Yahudi dan Moor, kemudian mulai menjajah “dunia baru“ (Amerika) dan menemukan jenis perbedaan baru yaitu orang-orang primitif dan kurang beradab.
Orang Amerika merasialkan orang lain dan menganggap dirinya paling manusiawi. Puncak supremasi kulit putih itu lalu mencapai perkembangan ideologis yang paling lengkap terjadi di Amerika Serikat bagian Selatan antara tahun 1890 hingga 1950-an. Sementara itu, orang Jerman melengkapi dirinya sendiri dengan identitas rasial sehingga merasa perlu untuk menyingkirkan orang lain dari identitas ras unggul Kaukasia (bangsa Arya) yang memuncak pada tahun 1933 dan 1945.
Tata pikir spesifik posmo adalah : kontradiksi, kontroversi, paradoks, dan dilematis. Posmo lebih melihat realitas sebagai problematis, sebagai yang selalu perlu di-inquired, yang selalu perlu di-discovered, sebagai yang kontroversial. Bukannya harus tampil ragu, melainkan harus memaknai dan selanjutnya in action. Maka apa yang dilakukan oleh Erin adalah suatu pemikiran yang sangat posmo. Erin berusaha untuk memandang suatu “pengelompokan” murid-murid sekolah oleh para pendidik sebagai sesuatu yang nyata problematis, yang selama ini hanya diangggap suatu hal yang biasa.
Pemikir postmodern cenderung menggembor-gemborkan fenomena besar pramodern seperti emosi, perasaan, intuisi, refleksi, spekulasi, pengalaman personal, kebiasaan, kekerasan, metafisika, tradisi, kosmologi, magis, mitos, sentimen keagamaan, dan pengalaman mistik. Teoritisi postmodern menolak kecenderungan modern yang meletakkan batas-batas antara hal-hal tertentu seperti disiplin akademis, budaya dan kehidupan, fiksi, teori, image dan realitas. Serta postmodern menolak gaya diskursus akademis modern yang teliti dan bernalar.
Dalam hal ini, apa yang dilakukan oleh pihak akademisi di sekolah tempat Erin mengajar adalah pemikiran-pemikiran yang ditolak oleh pemikir posmodern. Bagi akademisi tersebut, mengajar adalah sekedar mengajar, tidak perlu memikirkan hubungan pribadi antara guru dan murid. Padalah Erin menalarkan bahwa seorang guru harus memahami kondisi muridnya sebagai pendukung untuk mengajar. Bagi akademisi (guru-guru) lainnya, metode mengajar yang dilakukan Erin adalah metode yang instan dan tidak dapat dipraktekkan secara terus-menerus. Erin menyadari hal itu tetapi ia tetap berusaha untuk selalu memahami muridnya. Ia berhasil merobohkan pemikiran-pemikiran (nalar-nalar) bahwa murid yang termajinalkan tidak akan berubah nasib. Bahwa mereka sudah ditakdirkan untuk selalu emnjadi yang “tertindas“.
Terlepas dari sejarah dan pembahasan mengenai ras dan rasisme, salah satu kisah yang saya soroti tentang tokoh Eva pada film ini adalah mengenai tubuh dan kekuasaan. Pada akhirnya Eva menyadari bahwa dia punya wewenang atas tubuh dan pemikirannya sendiri. Dia tidak lagi menuruti kemauan kelompoknya sebagaimana yang ia lakukan selama ini. Dengan banyaknya pengetahuan yang diberikan gurunya (Erin) tentang kekerasan yang terjadi di banyak tempat, Eva akhirnya menyadari bahwa rasisme adalah sesuatu yang tidak baik. Eva dan teman-teman yang selama ini merasa menjadi kelompok yang termajinalkan di sekolah (karena diletakkan di ruang 203) merasa diri mereka sejajar dengan yang lain karena mereka ternyata bisa membaca buku-buku yang hanya dibaca oleh orang kulit putih.
Untuk menciptakan masyarakat yang saling menghargai satu sama lain, masyarakat Amerika perlu membangun kesadaran baru tentang rasisme. Erin dalam Freedom Writers berhasil menunjukan bahwa sesungguhnya perbedaan ras bukan halangan bagi seseorang untuk sukses. Mereka yang merasa dimarjinalkan hanyalah suatu bentuk ketakutan (ketidakberdayaan) atas kelompok yang lain. Perlu disadari bahwa seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, rasisme bukanlah sesuatu yang relevan karena yang dibutuhkan untuk membangun suatu bangsa adalah intelektual, bukan warna kulit atau latar belakang ras.
Selain masalah rasisme, kekuasaan juga bukan terletak pada warna kulit melainkan pada intelektual (dalam kasus film ini, di mana pada akhirnya mereka sadar bahwa mereka sederajat dengan kaum kulit putih). Seperti yang dikatakan Foucault, maka murid-murid Erin akhirnya sadar bahwa kekuasaan ada pada mereka sendiri, bahwa dengan memiliki pengetahuan mereka memiliki kekuasaan atas diri (tubuh) mereka sendiri.
Beberapa Sumber :
Best, Steven dan Dauglas Kellner. 2003. Teori Postmodern : Interogasi Kritis. Malang: Boyan Publishing.
Haduh haduh ada satu blog yang aku lupa punya siapa (maaf maaf, thanks dah menginspirasi tata cara penulisan habisnya butek make yang kaku kaku maunya yang ilmiah populer hehehe)
TERNYATA TUGAS UAS TEORI POSTMODERN ASYIK HAHAHA GA KAYA' EPISTEMOLOGI!!!
Goat damn!!! Aku kepegang inguuus, di ban motooor, bagaimana bisaaa? Aaaaaargh streees, sapa yang punya ingus [atau dahak, dunno, yang jelas sticky banget!!!] Siaaaaaaaaaaaaaaaaal!!!
Aku ngidam roti bakar pukul 4 sore tadi, dan kepikiran buat ke tempat Fiit [jelek], niatnya sekalian beli lotek, roti bakar coklat [oishiiiii], mbalikin VCD ke Wahana, dan beli rujak es krim... Niat tinggal niat... Yang ada aku cuma bertandang ke tempat Fiit [jelek] dan langsung cabut ke Wahana... Dalam perjalanan ke Wahana, aku udah ngerasa ada yang ga beres dengan salah satu ban motorku... Entah depan entah belakang tapi keknya yang belakang... Sesudah bertandang, aku nganter Fiit [jelek] ke rumah makan Padang di daerah Ishiro... Trus aku cabut ke Wahana [duh kalimatku njelimet, habis masih esmosiii]...
Masih di depan Wahana [setelah mbalikin VCD], aku benar benar yakin kalo banku gembos!!! Padahal tadi [sebelum ke Wahana, tuh kan kalimatku njelimet] aku udah mompa yang belakang... Tapi ternyata yang bocor adalah yang depan!!! Bagaimana bisa??? Tidak pernah terjadi dalam hidupku... Dengan rekor menambal ban lebih dari 6 kali lebih [mungkin], selalu ban belakang yang bermasalah huhuhu...
Akhirnya aku menambal di depan Circle K... Sembari menunggu, aku nonton Camp Rock yang baru aku sewa tadi [hihihi, hari gini masih berani nonton VCD? Tugas??? Lewaaat!!!]...
Oh ya jadi lupa gimana kronologis aku bisa kepegang ama itu ingus!!!
Aku duduk menunggu mas yang akan menambal banku, soalnya dia lagi beli maem gitu deh [ngerti maksudku?].
Aku nonton Camp Rock.
Iseng iseng ngeliat ke arah ban motor.
Aku berdiri, ngecek ban belakang.
Tendang tendang, tindih tindih, ga apa apa tuh.
Pegang-pegang... Ih ada yang sticky sticky gitu deh...
Untung aga aku cium tapi lengket berlendir daaan aku sadar itu inguuuuuus!!!
Sambil memaki-maki [aku lupa jenis makiannya] aku berjalan ke depan.
Dueeeeeeeer ban motor yang depan mliak mliuk... Gembooos!!!
Kok bisaaaaaaaaa???
Psst Psst : mungkin gara gara Fiit [jelek] ne huhuhu dasar untuuu!!! Teman teman plis jangan suka buang sampah sembarangan, apapun itu, eek kek, ingus kek, upil kek, atau uang...